Jumat, 28 November 2014

Pengaruh Profesionalisme, Etika Profesi, dan Pengalaman Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas


Latar Belakang
Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat saat sekarang ini dapat memicu persaingan yang semakin meningkat diantara pelaku bisnis. Berbagai macam usaha meningkatkan pendapatan dan agar tetap dapat bertahan dalam menghadapi persaingan tersebut terus  dilakukan oleh pengelola usaha. Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh pihak perusahaan adalah melakukan pemeriksaan laporan keuangan perusahaan oleh pihak ketiga yaitu auditor sebagai pihak yang dianggap independen.
Seorang auditor dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak semata-mata bekerja untuk kepentingan klinenya. Melainkan juga untuk kepentingan pihak lain yang mempunyai kepentingan atas laporan auditan. Untuk dapat mempertahankan kepercayaan dari kline dan dari para pemakai laporan keuangan lainnya, auditor dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai. Menurut Statament of Financial Accounting Concept (SFAC) No. 2, menyatakan bahwa relevan dan reliabilitas adalah dua kualitas utama yang membuat informasi akuntansi berguna untuk pembuatan keputusan. Untuk dapat mencapai kualitas relevan reliabel maka laporan keuangan perlu diaudit oleh auditor untuk memberikan jaminan kepada pemakai bahwa laporan keuangan tersebut telah disusun sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia.
Oleh karena itu, auditor meningkatkan kinerja agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak yang membutuhkan. Guna meningkatkan kinerja, hendaknya auditor memiliki sikap profesional dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan.
Selain menjadi seorang profesional yang dimiliki sikap profesionalisme, setiap auditor juga diharapkan memegang teguh etika profesi yang sudah ditetapkan oleh Ikatan Akutan Indonesia (IAI). Agar situasi persaingan tidak sehat dapat dihindarkan. Di Indonesia, etika akuntan menjadi isu yang sangat menarik. Hal ini seiring dengar terjadinya beberapa pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan, baik akuntan independen, akuntan intern perusahaan maupun akuntan pemerintah. Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Di samping itu, profesi akuntansi mendapat sorotan yang cukup tajam dari masyarakat.
Selain profesionalisme dan etika profesi, seorang auditor juga harus mempunyai pengalaman yang cukup agar dapat membuat keputusan dalam laporan auditan. Auditor yang mempunyai pengalaman yang berbeda akan berbeda pula dalam memandang dan menanggapi informasi yang diperoleh selama melakukan pemeriksaan dan juga dalam memberi kesimpulan audit terhadap obyek yang diperiksa berupa pemberian pendapat. Pada saat auditor mempertimbangkan keputusan mengenai pendapat tentang apa yang ditanyakan dalam laporan audit, material atau tidaknya informasi, mengenai jenis pendapat yang akan diberikan oleh auditor dan dianggap tidak pernah ada. Tetapi juga informasi tersebut melampaui batas materialitas, pendapat auditor dapat terpengaruh.
Pertimbangan auditor tentang auditor adalah suatu masalah kebijakan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang kebutuhan yang beralasan dari laporan keuangan. Tingkat materialitas suatu laporan keuangan tidak akan sama tergantung pada ukuran laporan keuangan tersebut. Selain itu tingkat materialitas tergantung pada dua spek yaitu aspek kondisional dan aspek situasional.
Aspek kondisional adalah askep yang seharusnya terjadi. Auditor seharusnya menetapkan materialitas secara standar, artinya dalam menentukan tinkat maerialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan, antar auditor harus sama tanpa ada pengaruh antara lain, umur dan gender. Pada kenyataannya dalam menentukan tingkat materialitas antar auditor berbeda-beda sesuai aspek situasionalnya. Aspek situasional adalah aspek yang sebenarnya terjadi, yaitu profesionalisme auditor itu sendiri. Auditor sering menghadapi dilema etika dalam menjalankan karier bisnis (Mulyadi, 2002). Misalnya, kline mengancam untuk mencari auditor baru kalau perusahaan tidak memperoleh pendaoat wajar tanpa pengecualian. Untuk mencegah adanya tekanan dari pihak menejemen, maka auditor memerlukan independensi. Misalnya sekalipun auditor dibayar oleh kline, dia harus memiliki kebebasan yang cukup untuk melakukan audit. Audit akan menjadi sepenuhnya tidak independen apabila dia mendapatkan imbalan yang lebih agar memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian.
Materialitas pada tingkat laporan keuangan adalah besarnya keseluruhan salah saji minimum dalam laporan keuangan yang cukup penting sehingga membuat laporan keuangan menjadi tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam konteks ini, salah saji dapat diakibatkan oleh penerapan akuntansi secara keliru, tidak sesuai dengan fakta atau karena kehilangnya informasi penting (Haryono, 2001 dalam Martiyani, 2010:20). Sebagai contoh, jika auditor berkeyakinan bahwa salah saji secara keseluruhan yang berjumlah kurang lebih Rp 100.000.000 akan memberikan pengaruh material apabila mencapai angka Rp 200.000.000 adalah tidak memadai baginya untuk merancang prosedur audit yang diharapkan dapat mendedikasi salah saji yang berjumlah Rp 200.000.000 (Hatuti dkk, 2003 dalam Martiyani, 2010:21).
Penelitian ini dimotivasi dengan masih banyaknya kasus yang terjadi pada auditor KAP, baik itu mengenai profesionalisme auditor maupun etika profesi. Skandal di dalam negeri terlihat dari akan diambilnya tindakan oleh Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) terhadap 10 kasus Akuntan Publik yang melakukan pelanggaran, menyusul keberatan pemerintah atas sanksi berupa peringatan plus yang telah diberikan. 10 KAP tersebut diindikasikan melakukan pelanggaran berat saat mengaudit bank-bank yang dilikuidasi pada tahun 1998. Selain itu terdapat kasus keuangan dan manajerial perusahaan publik yang idak bisa terdeteksi oleh auditor yang menyediakan perusahaan didenda oleh Bapepam (Winarno, 2002 dalam Martiyani, 2010:22).
Dalam konteks berbagai skandal keuangan di atas, memunculkan pertanyaan apakah trik-trik rekayasa tersebut mampu terdeteksi oleh auditor yang mengaudit laporan keuangan tersebut atau sebenarnya telah terdeteksi namun auditor ikut mengamankan praktik kejahatan  tersebut. Jika yang terjadi justru auditor ikut mengamankan praktik rekayasa tersebut, maka inti permasalahannya adalah sikap profesionalisme auditor tersebut. Dengan demikian, semakin profesional seorang auditor ditambah dengan penerapan etika profesi dan pengalaman diharapkan dapat membuat perencanaan dan pertimbangan yang lebih bijaksana dalam proses pengauditan.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan bukti empiris:
1.      Pengaruh profesionalisme auditor terhadap pertimbangan tingkat materilitas.
2.      Pengaruh etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas.
3.      Pengaruh pengalaman auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas.
4.      Pengaruh profesionalisme auditor, etika profesi, dan pengalaman secara simultan terhadap pertimbangan tingkat materialitas.

Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor Akuntan Publik (KAP) wilayah Yogyakarta pada bulan Agustus sampai Desember 2011.
Penelitian ini merupakan penelitian kausal komparatif, yaitu penelitian yang berjalan untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan sebab akibat dengan cara tertentu berdasar atas pengamatan terhadap akibat yang ada, kemudian mencari kembali faktor yang diduga menjadi penyebabnya, melalui pengumpulan data dengan melakukan perbandingan diantara data yang terkumpul/diteliti (Sumarni dan Wahyuni, 2006:53).
Populasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik se Yogyakarta.
Teknik pengembilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode quota sampling. Quota sampling dapat dikatakan sebagai jugment sampling dua tahap. Tahap pertama adalah tahapan dimana peneliti merumuskan kategori kontrol atau quota dari populasi yang akan diteliti. Tahap kedua adalah penentuan bagaimana sampel akan diambil, yaitu dengan cara convenience, dimana sampel yang diambil berdasarkan ketersediaan elemen dan kemudahan untuk mendapatkannya (Simamorang, 2005:75).
Veriabel penelitian
1.      Variabel Dependen (Y)
Pertimbangan tingkat materialita yaitu pertimbangan auditro atas besarnya penghilangan atau salah saji informasi kauntansi yang dapat mempengaruhi pertimbangan pihak yang melatakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut.
2.      Variabel Independen (X)
a.       Profesionalisme Auditor (X1)
Merupakan sikap dan perilaku auditor dalam menjalankan profesinya dengan kesungguhan dan tanggung jawab mencapai kinerja tugas sebagaimana yang diatur oleh organisasi profesi.
b.      Etika Profesi (X2)
Adalah nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima atau yang digunakan oleh organisasi profesi akuntan.
c.       Pengalaman Auditor (X3)
Adalah pengalaman dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lainnya waktu, banyaknya waktu, banyaknya pengalaman maupun jenis-jenis yang pernah ditangani.
Teknik pengambilan data dilakukan dengan metode angket, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara menyebarkna instrumen yang berisi daftar pertanyaan kepada responden. Angket yang digunakan adalah angket tertutup, sehingga responden tinggal memilih pilihan jawaban yang dianggap paling sesuai.

Hasil Penelitian
1.      Pengaruh profesionalisme auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas
Hipotesis pertama yang menyebutkan bahwa terdapat pengaruh positif profesionalisme auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas, berhasil didukung oleh data atau dengan kata lain hipotesis diterima. Keprofesionalan dalam sebuah pekerjaan sangat penting hal ini dikarenakan profesionalitas berhubungan dengan kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberika profesi. Begitu halnya dengan seorang auditor, penting untuk meyakinkan kline dan pemakai laporan keuangan akan kulaitas auditnya dalam hal ini yang berhubungan dengan pertimbangan terhadap tingkat materialitas laporan keuangan. Jika pemakai jasa tidak memiliki keyakinan pada auditor dalam  mepertimbangkan tingkat materialitas, maka kemampuan para profesional itu untuk memberikan jasa kepada kline dan masyarakat secara efektif akan berkurang.
2.      Pengaruh etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materilitas
Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik berhasil didukung oleh data atau dengan kata lain hipotesis diterima. Setiap akuntan publik juga diharapkan memegang teguh etika profesi yang sudah ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia, agar situasi persaingan tidak sehat dapat dihindarkan. Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia kauntansi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Dengan menjunjung tinggi etika profesi diharapkan tidak terjadi kecurangan diantara para akuntan publik, sehingga dapat memberikan pendapat auditan yang benar-benar sesuai dengan laporan keuanga yang disajikan oleh perusahaan.
3.      Pengaruh pengalaman auditan terhadap pertimbangan tingkat materialitas
Hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif pengalaman auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas, berhasil didukung oleh data atau dengan kata lain, hipotesis yang diajukan diterima. Auditor yang mempunyai pengalaman yang berbeda, akan berbeda pula dalam memandang dan menanggapi informasi yang diperoleh selama melakukan pemeriksaan dan juga dalam memberikan kesimpulan audit terhadap obyek yang diperiksa berupa pemberi pendapat. Sehingga banyak pengalaman seorang auditor, maka pertimbangan tingkat materialitas dalam laporan keuangan perusahaan akan semakin tepat. Selain itu, semakin tinggi tingkat pengalaman seorang auditor, semakin baik pula pandangan dan tanggapan tentang informasi yang terdapat dalam laporan keuangan, karena auditor telah banyak melakukan tugasnya atau telah banyak memeriksa laporan keuangan dari berbagai jenis industri.
4.      Pengaruh profesionalisme auditor, etika profesi, pengalaman auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas
Berdasarkan uji regresi secara simultan, pertimbangan tingkat materialitas suatau laporan keuangan dipengaruhi oleh profesionalisme auditor, etika profesi, dan pengalaman auditor. Namun pengaruh tersebut hanya 17,9%, sedangkan sisanya sebesar 82,1% dipengaruhi oleh faktor lain di luar penelitian ini.


Sumber:

Novanda Friska Bayu Aji Kusuma. 2012. Pengaruh Profesionalisme Auditor, Etika Profesi, dan Pengalaman Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas. Yogjakarta: Universitas Negeri Yogyakarta

Kamis, 27 November 2014

Perkembangan Standar Profesi Etika Publik


Perkembangan Standar Profesional Akuntan Publik

Tahun 1972 Ikatan Akuntan Indonesia berhasil menerbitkan Norma Pemeriksaan Akuntan, yang disahkan di dalam Kongres ke III Ikatan Akuntan Indonesia. Pada tanggal 19 April 1986, Norma PemeriksaanAkuntan yang telah diteliti dan disempurnakan oleh Tim Pengesahan, serta disahkanoleh Pengurus Pusat Ikatan Akuntan Indonesia sebagai norma pemeriksaan yangberlaku efektif selambat-lambatnya untuk penugasan pemeriksaan atas laporankeuangan yang diterima setelah tanggal 31 Desember 1986. Tahun 1992, IkatanAkuntan Indonesia menerbitkan Norma Pemeriksaan Akuntan, Edisi revisi yangmemasukkan suplemen No.1 sampai dengan No.12 dan interpretasi No.1 sampaidengan Nomor.2. Indonesia merubah nama Komite Norma Pemeriksaan Akuntanmenjadi Dewan Standar Profesional Akuntan Publik. Selama tahun 1999 Dewanmelakukan perubahan atas Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Agustus1994 dan menerbitkannya dalam buku yang diberi judul “Standar ProfesionalAkuntan Publik per 1 Januari 2001”.
Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001 terdiri dari limastandar, yaitu:
1.      Pernyataan Standar Auditing (PSA) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Auditing (IPSA).
2.      Pernyataan Standar Atestasi (PSAT) yang dilengkapi dengan InterpretasiPernyataan Standar Atestasi (IPSAT).
3.      Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (PSAR) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (IPSAR).
4.      Pernyataan Standar Jasa Konsultasi (PSJK) yang dilengkapi denganInterpretasi Pernyataan Standar Jasa Konsultasi (IPSJK).
5.      Pernyataan Standar Pengendalian Mutu (PSPM) yang dilengkapi denganInterpretasi Pernyataan Standar Pengendalian Mutu (IPSM).
Selain kelima standar tersebut masih dilengkapi dengan Aturan EtikaKompartemen Akuntan Publik yang merupakan aturan normal yang wajibdipenuhi oleh akuntan publik.
Standar Profesional Akuntan Publik
1.      Standar Umum
a)      Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
b)      Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
c)      Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
2.      Standar Pekerjaan Lapangan
a)      Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
b)      Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh unutk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
c)      Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
3.      Standar Pelaporan
a)      Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
b)      Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
c)      Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
d)     Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.
Pernyataan Standar Auditing (PSA)
PSA merupakan penjabaran lebih lanjut dari masing-masing standar yang tercantum di dalam standar auditing.PSA berisi ketentuan-ketentuan dan pedoman utama yang harus diikuti oleh Akuntan Publik dalam melaksanakan penugasan audit.Kepatuhan terhadap PSA yang diterbitkan oleh IAPI ini bersifat wajib bagi seluruh anggota IAPI.Termasuk di dalam PSA adalah Interpretasi Pernyataan Standar Auditng (IPSA), yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh IAPI terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh IAPI dalam PSA.Dengan demikian, IPSA memberikan jawaban atas pernyataan atau keraguan dalam penafsiran ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam PSA sehingga merupakan perlausan lebih lanjut berbagai ketentuan dalam PSA. Tafsiran resmi ini bersifat mengikat bagi seluruh anggota IAPI, sehingga pelaksanaannya bersifat wajib.



Perkembangan Standar Audit


Standar Auditing

Standar auditing berkaitan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja audit, dan berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dengan menggunakan prosedur yang ada. Standar auditing terdiri dari 10 yang dikelompokkan kedalam 3 bagian, diantaranya standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Dalam banyak hal, standar-standar tersebut saling berhubungan dan saling bergantung satu dengan lainnya. “materialitas” dan “resiko audit” melandasi penerapan semua standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.

1.        Standar umum
Standar umum bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan auditor dan mutu pekerjaannya. Standar umum ini mencakup tiga bagian, yaitu:
1)        Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
Dalam melaksanakan audit sampai pada suatu pernyataan pendapat, auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan bidang auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dari pendidikan formal ditambah dengan pengalaman-pengalaman dalam praktik audit dan menjalani pelatihan teknis yang cukup. Asisten junior yang baru masuk dalam karir auditing harus memperoleh pengalaman profesionalnya dengan mendapatkan supervisi yang memadai dan review atas pekerjaannya dari atasannya yang lebih berpengalaman.
Pelatihan yang dimaksudkan disini, mencakup pula pelatihan kesadaran untuk secara terus-menerus mengikuti perkembangan yang terjadi dalam bidang bisnis dan profesinya. Ia harus mempelajari, memahami, dan menerapkan ketentuan-ketentuan baru dalam prinsip akuntansi dan standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
2)        Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dan sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
Standar ini mengharuskan seorang auditor bersikap independen, yang artinya seorang auditor tidak mudah dipengaruhi, karena pekerjaannya untuk kepentingan umum. Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Untuk menjadi independen, seorang auditor harus secara intelektual jujur.
Profesi akuntan publik telah menetapkan dalam Kode Etik Akuntan Indonesia, agar anggota profesi menjaga dirinya dari kehilangan persepsi independensi dari masyarakat. Independensi secara intrinsik merupakan masalah mutu pribadi, bukan merupakan suatu aturan yang dirumuskan untuk dapat diuji secara objektif. BAPEPAM juga dapat menetapkan persyaratan independensi bagi auditor yang melaporkan tentang informasi keuangan yang akan diserahkan, yang mungkin berbeda dari Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
3)        Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama menekankan tanggung jawab setiap profesional yang bekerja dalam organisasi auditor. Selain itu juga menyangkut apa yang dikerjakan auditor dan bagaimana kesempurnaan pekerjaannya tersebut. Seorang auditor harus memiliki “tingkat keterampilan yang umumnya dimiliki” oleh auditor pada umumnya dan harus menggunakan keterampilan tersebut dengan “kecermatan dan keseksamaan yang wajar”. Untuk itu, auditor dituntut untuk memiliki skeptisme profesional dan keyakinan yang memadai dalam mengevaluasi bukti audit.

2.        Standar Pekerjaan Lapangan
Standar pekerjaan lapangan terdiri dari tiga, yaitu:
1)      Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
Poin ini menjelaskan bahwa, penunjukan auditor independen secara dini akan memberikan banyak manfaat bagi auditor maupun klien. Penunjukan secara dini memungkinkan auditor merencanakan pekerjaannya sedemikian rupa sehingga pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan dengan cepat dan efisien serta dapat menentukan seberapa jauh pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan sebelum tanggal neraca
2)      Pemahaman memadai atas pengendalian interen harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
Untuk semua auditor harus memperoleh pemahaman tentang pengendalian internal yang memadai untuk merencanakan audit dengan melaksanakan prosedur untuk memahami desain pengendalian yang relevan dengan audit atas laporan keuangan, dan apakah pengendalian interen tersebut dioperasikan. Setelah memperoleh pemahaman tersebut, auditor menaksir resiko pengendalian untuk asersi yang terdapat dalam saldo akun, golongan transaksi, dan komponen pengungkapan dalam laporan keuangan. Kemudian, auditor dapat mencari pengurangan lebih lanjut resiko pengendalian taksiran untuk asersi tertentu.
Auditor menggunakan pengetahuan yang dihasilkan dari pemahaman atas pengendalian interen dan tingkat resiko pengendalian taksiran dalam menentukan sifat, saat dan luas pengujian substantive untuk asersi laporan keuangan.
3)      Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan,  dan  konfirmasi  sebagai dasar memahami untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.
Sebagian besar pekerjaan auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan terdiri dari usaha untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit. Bukti audit sangat bervariasi pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. Relevansi, objektivitas, ketepatan waktu, dan keberadaan bukti lain yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti.

3.        Standar Pelaporan
Standar pelaporan terdiri dari empat item, diantaranya:
1)      Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Standar pelaporan pertama ini tidak mengharuskan untuk menyatakan tentang fakta (statement of fact), namun standar tersebut mengharuskan auditor untuk menyatakan suatu pendapat mengenai apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi tersebut. Prinsip akuntansi berlaku umum atau “generally accepted accounting principles” mencakup konvensi, aturan dan prosedur yang diperlukan untuk membatasi praktik akuntansi yang berlaku umum diwilayah tertentu dan pada waktu tertentu.
2)      Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
Standar ini juga disebut dengan standar konsistensi. Standar konsistensi menuntut auditor independen untuk memahami hubungan antara konsistensi dengan daya banding laporan keuangan. Kurangnya konsistensi penerapan prinsip akuntansi dapat menyebabkan kurangnya daya banding laporan keuangan.
Standar ini bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa jika daya banding laporan keuangan diantara kedua periode dipengaruhi secara material oleh perubahan prinsip akuntansi, auditor akan mengungkapkan perubahan tersebut dalam laporannya. Caranya, dengan menambahkan paragraf penjelasn yang disajikan setelah paragraf pendapat.
3)      Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
Penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia mencakup dimuatnya pengungkapan informatif yang memadai atas hal-hal material, diantaranya bentuk, susunan, dan isi laporan keuangan serta catatan atas laporan keuangan. Auditor harus selalu mempertimbangkan apakah masih terdapat hal-hal tertentu yang harus diungkapkan sehubungan dengan keadaan dan fakta yang diketahuinya pada saat audit.
Dalam mempertimbangkan cukup atau tidaknya pengungkapan, auditor menggunakan informasi yang diterima dari kliennya atas dasar kepercayaan bahwa auditor akan merahasiakan informasi tersebut. Tanpa kepercayaan, auditor akan sulit untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menanyatakan pendapat atas laporan keuangannya.
4)      Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.
Tujuan standar pelaporan ini adalah untuk mencegah salah tafsir tentang tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh akuntan bila namanya dikaitkan dengan laporan keuangan. Seorang akuntan dikaitkan dengan laporan keuangan jika ia mengizinkan namanya dalam suatu laporan, dokumen, atau komunikasi tertulis yang berisi laporan tersebut. Bila seorang akuntan menyerahkan kepada kliennya atau pihak lain suatu laporan keuangan yang disusunnya atau dibantu penyusunannya, maka ia juga dianggap berkaitan dengan laporan keuangan tersebut, meskipun ia tak mencantumkan namanya dalam laporan tersebut.




PERTANYAAN DISKUSI

Pada kondisi bagaimana translasi mata uang asing mempengaruhi mata uang asing? Jawaban: Hubungan terbalik antara tingkat inflasi sebuah n...