Latar Belakang
Perkembangan
dunia usaha yang semakin pesat saat sekarang ini dapat memicu persaingan yang
semakin meningkat diantara pelaku bisnis. Berbagai macam usaha meningkatkan
pendapatan dan agar tetap dapat bertahan dalam menghadapi persaingan tersebut
terus dilakukan oleh pengelola usaha.
Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh pihak perusahaan adalah melakukan
pemeriksaan laporan keuangan perusahaan oleh pihak ketiga yaitu auditor sebagai
pihak yang dianggap independen.
Seorang
auditor dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak semata-mata
bekerja untuk kepentingan klinenya. Melainkan juga untuk kepentingan pihak lain
yang mempunyai kepentingan atas laporan auditan. Untuk dapat mempertahankan
kepercayaan dari kline dan dari para pemakai laporan keuangan lainnya, auditor
dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai. Menurut Statament of Financial Accounting Concept (SFAC) No. 2, menyatakan
bahwa relevan dan reliabilitas adalah dua kualitas utama yang membuat informasi
akuntansi berguna untuk pembuatan keputusan. Untuk dapat mencapai kualitas
relevan reliabel maka laporan keuangan perlu diaudit oleh auditor untuk
memberikan jaminan kepada pemakai bahwa laporan keuangan tersebut telah disusun
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
yang berlaku di Indonesia.
Oleh
karena itu, auditor meningkatkan kinerja agar dapat menghasilkan produk audit
yang dapat diandalkan bagi pihak yang membutuhkan. Guna meningkatkan kinerja, hendaknya
auditor memiliki sikap profesional dalam melaksanakan audit atas laporan
keuangan.
Selain
menjadi seorang profesional yang dimiliki sikap profesionalisme, setiap auditor
juga diharapkan memegang teguh etika profesi yang sudah ditetapkan oleh Ikatan
Akutan Indonesia (IAI). Agar situasi persaingan tidak sehat dapat dihindarkan.
Di Indonesia, etika akuntan menjadi isu yang sangat menarik. Hal ini seiring
dengar terjadinya beberapa pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan, baik
akuntan independen, akuntan intern perusahaan maupun akuntan pemerintah. Tanpa
etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia
informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Di
samping itu, profesi akuntansi mendapat sorotan yang cukup tajam dari
masyarakat.
Selain
profesionalisme dan etika profesi, seorang auditor juga harus mempunyai
pengalaman yang cukup agar dapat membuat keputusan dalam laporan auditan.
Auditor yang mempunyai pengalaman yang berbeda akan berbeda pula dalam
memandang dan menanggapi informasi yang diperoleh selama melakukan pemeriksaan
dan juga dalam memberi kesimpulan audit terhadap obyek yang diperiksa berupa
pemberian pendapat. Pada saat auditor mempertimbangkan keputusan mengenai
pendapat tentang apa yang ditanyakan dalam laporan audit, material atau
tidaknya informasi, mengenai jenis pendapat yang akan diberikan oleh auditor
dan dianggap tidak pernah ada. Tetapi juga informasi tersebut melampaui batas
materialitas, pendapat auditor dapat terpengaruh.
Pertimbangan
auditor tentang auditor adalah suatu masalah kebijakan profesional dan
dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang kebutuhan yang beralasan dari laporan
keuangan. Tingkat materialitas suatu laporan keuangan tidak akan sama
tergantung pada ukuran laporan keuangan tersebut. Selain itu tingkat
materialitas tergantung pada dua spek yaitu aspek kondisional dan aspek
situasional.
Aspek
kondisional adalah askep yang seharusnya terjadi. Auditor seharusnya menetapkan
materialitas secara standar, artinya dalam menentukan tinkat maerialitas dalam
pemeriksaan laporan keuangan, antar auditor harus sama tanpa ada pengaruh
antara lain, umur dan gender. Pada
kenyataannya dalam menentukan tingkat materialitas antar auditor berbeda-beda
sesuai aspek situasionalnya. Aspek situasional adalah aspek yang sebenarnya
terjadi, yaitu profesionalisme auditor itu sendiri. Auditor sering menghadapi
dilema etika dalam menjalankan karier bisnis (Mulyadi, 2002). Misalnya, kline
mengancam untuk mencari auditor baru kalau perusahaan tidak memperoleh pendaoat
wajar tanpa pengecualian. Untuk mencegah adanya tekanan dari pihak menejemen,
maka auditor memerlukan independensi. Misalnya sekalipun auditor dibayar oleh
kline, dia harus memiliki kebebasan yang cukup untuk melakukan audit. Audit
akan menjadi sepenuhnya tidak independen apabila dia mendapatkan imbalan yang
lebih agar memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian.
Materialitas
pada tingkat laporan keuangan adalah besarnya keseluruhan salah saji minimum
dalam laporan keuangan yang cukup penting sehingga membuat laporan keuangan
menjadi tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi
yang berlaku umum. Dalam konteks ini, salah saji dapat diakibatkan oleh penerapan
akuntansi secara keliru, tidak sesuai dengan fakta atau karena kehilangnya
informasi penting (Haryono, 2001 dalam Martiyani, 2010:20). Sebagai contoh,
jika auditor berkeyakinan bahwa salah saji secara keseluruhan yang berjumlah
kurang lebih Rp 100.000.000 akan memberikan pengaruh material apabila mencapai
angka Rp 200.000.000 adalah tidak memadai baginya untuk merancang prosedur
audit yang diharapkan dapat mendedikasi salah saji yang berjumlah Rp
200.000.000 (Hatuti dkk, 2003 dalam Martiyani, 2010:21).
Penelitian
ini dimotivasi dengan masih banyaknya kasus yang terjadi pada auditor KAP, baik
itu mengenai profesionalisme auditor maupun etika profesi. Skandal di dalam
negeri terlihat dari akan diambilnya tindakan oleh Majelis Kehormatan Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) terhadap 10 kasus Akuntan Publik yang melakukan pelanggaran,
menyusul keberatan pemerintah atas sanksi berupa peringatan plus yang telah
diberikan. 10 KAP tersebut diindikasikan melakukan pelanggaran berat saat
mengaudit bank-bank yang dilikuidasi pada tahun 1998. Selain itu terdapat kasus
keuangan dan manajerial perusahaan publik yang idak bisa terdeteksi oleh
auditor yang menyediakan perusahaan didenda oleh Bapepam (Winarno, 2002 dalam
Martiyani, 2010:22).
Dalam
konteks berbagai skandal keuangan di atas, memunculkan pertanyaan apakah
trik-trik rekayasa tersebut mampu terdeteksi oleh auditor yang mengaudit
laporan keuangan tersebut atau sebenarnya telah terdeteksi namun auditor ikut
mengamankan praktik kejahatan tersebut.
Jika yang terjadi justru auditor ikut mengamankan praktik rekayasa tersebut,
maka inti permasalahannya adalah sikap profesionalisme auditor tersebut. Dengan
demikian, semakin profesional seorang auditor ditambah dengan penerapan etika
profesi dan pengalaman diharapkan dapat membuat perencanaan dan pertimbangan
yang lebih bijaksana dalam proses pengauditan.
Tujuan Penelitian
Tujuan
dari penelitian ini adalah memberikan bukti empiris:
1. Pengaruh
profesionalisme auditor terhadap pertimbangan tingkat materilitas.
2. Pengaruh
etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas.
3. Pengaruh
pengalaman auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas.
4. Pengaruh
profesionalisme auditor, etika profesi, dan pengalaman secara simultan terhadap
pertimbangan tingkat materialitas.
Metode Penelitian
Penelitian
ini dilakukan di Kantor Akuntan Publik (KAP) wilayah Yogyakarta pada bulan
Agustus sampai Desember 2011.
Penelitian
ini merupakan penelitian kausal komparatif, yaitu penelitian yang berjalan
untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan sebab akibat dengan cara tertentu
berdasar atas pengamatan terhadap akibat yang ada, kemudian mencari kembali
faktor yang diduga menjadi penyebabnya, melalui pengumpulan data dengan
melakukan perbandingan diantara data yang terkumpul/diteliti (Sumarni dan
Wahyuni, 2006:53).
Populasi
dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik se
Yogyakarta.
Teknik
pengembilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode quota sampling. Quota
sampling dapat dikatakan sebagai jugment
sampling dua tahap. Tahap pertama adalah tahapan dimana peneliti merumuskan
kategori kontrol atau quota dari
populasi yang akan diteliti. Tahap kedua adalah penentuan bagaimana sampel akan
diambil, yaitu dengan cara convenience, dimana sampel yang diambil berdasarkan
ketersediaan elemen dan kemudahan untuk mendapatkannya (Simamorang, 2005:75).
Veriabel
penelitian
1. Variabel
Dependen (Y)
Pertimbangan
tingkat materialita yaitu pertimbangan auditro atas besarnya penghilangan atau
salah saji informasi kauntansi yang dapat mempengaruhi pertimbangan pihak yang
melatakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut.
2. Variabel
Independen (X)
a. Profesionalisme
Auditor (X1)
Merupakan sikap dan
perilaku auditor dalam menjalankan profesinya dengan kesungguhan dan tanggung
jawab mencapai kinerja tugas sebagaimana yang diatur oleh organisasi profesi.
b. Etika
Profesi (X2)
Adalah nilai-nilai
tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima atau yang digunakan
oleh organisasi profesi akuntan.
c. Pengalaman
Auditor (X3)
Adalah pengalaman dalam melakukan
audit laporan keuangan baik dari segi lainnya waktu, banyaknya waktu, banyaknya
pengalaman maupun jenis-jenis yang pernah ditangani.
Teknik
pengambilan data dilakukan dengan metode angket, yaitu teknik pengumpulan data
dengan cara menyebarkna instrumen yang berisi daftar pertanyaan kepada
responden. Angket yang digunakan adalah angket tertutup, sehingga responden
tinggal memilih pilihan jawaban yang dianggap paling sesuai.
Hasil Penelitian
1. Pengaruh
profesionalisme auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas
Hipotesis
pertama yang menyebutkan bahwa terdapat pengaruh positif profesionalisme
auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas, berhasil didukung oleh data
atau dengan kata lain hipotesis diterima. Keprofesionalan dalam sebuah
pekerjaan sangat penting hal ini dikarenakan profesionalitas berhubungan dengan
kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberika profesi.
Begitu halnya dengan seorang auditor, penting untuk meyakinkan kline dan
pemakai laporan keuangan akan kulaitas auditnya dalam hal ini yang berhubungan
dengan pertimbangan terhadap tingkat materialitas laporan keuangan. Jika
pemakai jasa tidak memiliki keyakinan pada auditor dalam mepertimbangkan tingkat materialitas, maka
kemampuan para profesional itu untuk memberikan jasa kepada kline dan
masyarakat secara efektif akan berkurang.
2. Pengaruh
etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materilitas
Hipotesis
kedua yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif etika profesi terhadap
pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik berhasil didukung oleh data
atau dengan kata lain hipotesis diterima. Setiap akuntan publik juga diharapkan
memegang teguh etika profesi yang sudah ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik
Indonesia, agar situasi persaingan tidak sehat dapat dihindarkan. Tanpa etika,
profesi akuntansi tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia
kauntansi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Dengan
menjunjung tinggi etika profesi diharapkan tidak terjadi kecurangan diantara
para akuntan publik, sehingga dapat memberikan pendapat auditan yang
benar-benar sesuai dengan laporan keuanga yang disajikan oleh perusahaan.
3. Pengaruh
pengalaman auditan terhadap pertimbangan tingkat materialitas
Hipotesis
ketiga yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif pengalaman auditor
terhadap pertimbangan tingkat materialitas, berhasil didukung oleh data atau dengan
kata lain, hipotesis yang diajukan diterima. Auditor yang mempunyai pengalaman
yang berbeda, akan berbeda pula dalam memandang dan menanggapi informasi yang
diperoleh selama melakukan pemeriksaan dan juga dalam memberikan kesimpulan
audit terhadap obyek yang diperiksa berupa pemberi pendapat. Sehingga banyak
pengalaman seorang auditor, maka pertimbangan tingkat materialitas dalam
laporan keuangan perusahaan akan semakin tepat. Selain itu, semakin tinggi
tingkat pengalaman seorang auditor, semakin baik pula pandangan dan tanggapan
tentang informasi yang terdapat dalam laporan keuangan, karena auditor telah banyak
melakukan tugasnya atau telah banyak memeriksa laporan keuangan dari berbagai
jenis industri.
4. Pengaruh
profesionalisme auditor, etika profesi, pengalaman auditor terhadap
pertimbangan tingkat materialitas
Berdasarkan
uji regresi secara simultan, pertimbangan tingkat materialitas suatau laporan
keuangan dipengaruhi oleh profesionalisme auditor, etika profesi, dan
pengalaman auditor. Namun pengaruh tersebut hanya 17,9%, sedangkan sisanya
sebesar 82,1% dipengaruhi oleh faktor lain di luar penelitian ini.
Sumber:
Novanda
Friska Bayu Aji Kusuma. 2012. Pengaruh Profesionalisme Auditor, Etika
Profesi, dan Pengalaman Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas.
Yogjakarta: Universitas Negeri Yogyakarta