Sindo News, 08 September 2014
Pelanggaran Kode Etik Profesi Akuntnasi
Keanggotaan
Majelis Kode Etik BPK Wajib Diperbaiki
JAKARTA - Komisi XI DPR saat ini sedang menggelar uji kepatutan dan
kelayakan (fit and proper test) peserta
seleksi anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI periode 2014-2019. Para
peserta berjanji ingin memperbaiki intern BPK.
Salah satunya diungkapkan Ketua Majelis Guru Besar Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Hasanuddin Muhammad Asdar yang mengikuti seleksi anggota BPK. Dia berjanji untuk memperbaiki intern BPK terutama keanggotaan dari Majelis Kode Etik BPK yang saat ini masih dipilih anggota BPK itu sendiri.
"Ada UU BPK yang masih harus direvisi, misalnya soal ketentuan majelis Kode Etik BPK yang harusnya bukan ditentukan oleh intern BPK," ujarnya di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (8/9/2014).
Menurutnya, agar bisa bekerja secara maksimal dan transparan untuk majelis, maka pemilihan anggota majelis dilakukan oleh tim khusus. Sehingga keanggotaanya berasal dari luar BPK.
"Harusnya dibentuk tim indenpen supaya orang lain yang masuk (ke dalam Majelis Kode Etik), bukan dari BPK lagi, sehingga ada perimbangan," ujarnya.
Dia juga mengungkapkan, akibat dari keanggotaan Majelis Kode Etik BPK yang dipilih anggota BPK sendiri, maka hingga saat ini belum ada anggota BPK yang mendapatkan sanksi akibat pelanggaran kode etik.
"Coba lihat sekarang, sudah pernah ada tidak yang diberikan sanksi? Belum pernah. Aturan ini perlu diperbaiki, agar jangan tumpang tindih," tandasnya.
Salah satunya diungkapkan Ketua Majelis Guru Besar Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Hasanuddin Muhammad Asdar yang mengikuti seleksi anggota BPK. Dia berjanji untuk memperbaiki intern BPK terutama keanggotaan dari Majelis Kode Etik BPK yang saat ini masih dipilih anggota BPK itu sendiri.
"Ada UU BPK yang masih harus direvisi, misalnya soal ketentuan majelis Kode Etik BPK yang harusnya bukan ditentukan oleh intern BPK," ujarnya di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (8/9/2014).
Menurutnya, agar bisa bekerja secara maksimal dan transparan untuk majelis, maka pemilihan anggota majelis dilakukan oleh tim khusus. Sehingga keanggotaanya berasal dari luar BPK.
"Harusnya dibentuk tim indenpen supaya orang lain yang masuk (ke dalam Majelis Kode Etik), bukan dari BPK lagi, sehingga ada perimbangan," ujarnya.
Dia juga mengungkapkan, akibat dari keanggotaan Majelis Kode Etik BPK yang dipilih anggota BPK sendiri, maka hingga saat ini belum ada anggota BPK yang mendapatkan sanksi akibat pelanggaran kode etik.
"Coba lihat sekarang, sudah pernah ada tidak yang diberikan sanksi? Belum pernah. Aturan ini perlu diperbaiki, agar jangan tumpang tindih," tandasnya.
Pembahasan
1. Prinsip Pertama: Tanggung Jawab Profesi
Dalam prinsip tanggung jawabnya profesional,
setiap anggota berkewajiban menggunakan pertimbangan moral dan profesional
setiap melakukan kegiatannya. Dalam kasus ini, keanggotaan BPK masih dipilih
oleh anggota BPK itu sendiri, maka akan diperbaiki dengan dibentuknya tim
independen.
2. Prinsip Kedua: Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa
bertindak dalam rangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik,
dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3. Prinsip Ketiga: Integritas
Integritas adalah suatu kesatuan yang mendasari
munculnya pengakuan profesional integritas profesional kualitas yang mendasari
kepercayaan publik dan merupakan standar bagi anggota dalam menguji semua
keputusan yang diambilnya. Dalam kasus ini, Dalam kasus ini, BPK berjanji akan
memperbaiki intern BPK terutama anggota keanggotaan dari majelis Kode Etik BPK
yang masih dipilih anggota BPK itu sendiri. Agar bisa bekerja secara maksimal
dan transparansi. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik,
sehingga anggota harus menjaga integritasnya dan memaksimalkan kinerjanya serta
mematuhi apa yang telah menjadi tanggung jawabnya.
4. Prinsip Keempat: Objektivitas
Objektivitas adalah suatu kualitas yang
memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota berdasarkan apa yang telah
pemberi nilai dapatkan. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap
adil, tidak memihak, jujur, secara intelektual, tidak berprasangka atau bias,
serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
Dalam kasus ini, BPK masih memihak karena dalam pemilihan anggota dari anggota
BPK itu sendiri.
5. Prinsip Kelima: Kompetensi dan kehati-hatian
Profesional
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan
pengalaman. Anggota tidak diperkenankan menggambarkan pengalaman keandalan
kompetensi atau pengalaman yang belum anggota kuasai atau belum anggota alami.
Dalam kasus ini, anggota BPK sudah memiliki pengalaman dan pendidikan yang
kompeten dan handal.
6. Prinsip Keenam: Prilaku Profesional
Kewajiban untuk menghindari perbuatan atau
tingkah laku yang dapat mendiskreditkan atau mengurangi tingkat profesi harus
dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya.
7. Prinsip ketujuh: standar teknis
Standar anggota harus melaksanakan profesionalismenya
sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang ditetapkan secara
relevan. Standar teknis dan standar profesional yang harus diaati anggota
adalah stndar yang dikeluarkan oleh IAI, International Federation of
Accountans, badan pengaturan, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.