Senin, 19 Maret 2012

Industri Konfeksi di Tulungagung Hadapi Lesunya Pasar

Industri Konfeksi di Tulungagung Hadapi Lesunya Pasar
Tulungagung, Kompas – para pengusaha kompeksi pakaian dalam di Desa Beji, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung mengeluhkan lesunya pasar. Hal itu terjadi akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan ditambah peristiwa meledaknya bom di Bali pada tanggal 12 Oktober 2002.
Kelesuan pasar itu terlihat dari makin merosotnya omzet penjualan hingga mencapai 50 persen. Salah seorang produsen, Ratna Sunaryo (46), yang di hubungi di Tulungagung, Rabu (26/2), mengatakan akibat sepinya permintan ia terpaksa menumpuk produk hingga beberapa minggu.
“Biasanya barang sudah habis dalam tiga hari. Dalam beberapa bulan terakhir ini kondisi bertambah parah lantaran penurunan pesanan juga terjadi pada para penjual eceran langanan saya. Biasanya seminggu sekali mereka mengambil barang untuk dijual dipasar-pasar yang ada di Malang, Kendiri, Madiun, Surabaya, dan Pasuruan. Akibatnya sepi pembeli, mereka baru datang memesan lagi sepuluh hari kemudian,” ujar Ratna.
Salah seorang pelanggan, Ratna Sunari (26), mengaku terpaksa kehilangan omzetnya hingga 50 persen. Selain lantaran turunya pembelian eceran, kerugian juga disebabkan menumpuknya barang.
“Biasanya per minggu omzet saya mencapai Rp 22 juta. Sekarang ini bisa mendapatkan Rp 11 juta saja sudah sulit sekali. Belum lagi pengeceran langganan saya terpaksa berutang lantaran stok barang tidak terjual,” ujar Sunari.
Sementara itu, Ratna baersama suaminya, Sunaryo, sudah sejak tahun 1980 merintis usaha koneksi khusus pakaiandalam wanita, anak-anak, dan pria. Saat ini selain menampung dari beberapa pengusaha konfeksi, Ratna juga mampu memproduksi rata-rata 300 kodi pakaian dalam.
Jika ditambah dengan jumlah produksi dari beberapa pengusaha konfeksi lain, volume produksi perusahaan Ratna mencapai 600 kodi per hari. Satu kodi setara dengan 20 potong pakaian dalam.
“Jika dibanding dengan kondisi saat pertama kali krisis, keadaan sekarang jauh lebih buruk. Sekitar tahun 1997 dan 1998 pesanan malah melimpah dan harga tinggi. Beberapa pun yang kami produksi, psar selalu menyerap,” ujar Ratna.
Akan tetapi, lanjut Ratna, sejak tahun 1999 keadaan berubah menjadi buruk. Puncak kelesuan pasar terjadi pada tahun 2000 ketika jumlah pesaing semakin bertambah sementara jumlah pesanan terus berkurang. Setelah peledakan bom di Bali, pesanan dari pulau dewata itu berhenti secara total.

Dikutip dengan perubahan dari Kompas 27 Febuari 2003

Jumat, 09 Maret 2012

Strategi Pembangunan

Strategi Pembangunan Ekonomi Indionesia
Salah satu konsep penting yang perlu diperhatikan dalam mempelajari perekonomian suatu negara adalah mengetahui tentang strategi pembangunan ekonomi. Strategi pembangunan ekonomi diberi batasan sebagai suatu tindakan pemilihan atas faktor-faktor (variabel) yang akan dijadikan faktor/ variabel utama yang menjadi penentu jalannya proses pertumbuhan (Suroso, 1993).
Strategi pembangunan adalah merupakan suatu cara untuk mencapai visi dan misi yang dirumuskan dalam bentuk strategi sehingga dapat meningkatkan kinerja.
Pada prinsipnya, pemilihan strategi apa yang akan digunakan dalam proses pembangunan sangat dipengaruhi oleh pertanyaan "Apa tujuan yang hendak dicapai ?"
Strategi Pembangunan Ekonomi Indionesia
Sebelum orde baru strategi pembangunan ekonomi di indonesia secara teori telah diarahkan pada usaha pencapaian laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun pada kenyataannya nampak adanya kecenderungan yang lebih menitikberatkan pada tujuan-tujuan politik, dan kurang memperhatikan pembangunan ekonomi.
Sedangkan pada awal orde baru, strategi pembangunan di Indonesia lebih diarahkan pada tindakan pembersihan dan perbaikan kondisi ekonomi yang mendasar, terutama usaha untuk menekan laju inflasi yang cukup tinggi.
Dari keterangan pemerintah yang ada, dapat sedikit disimpulkan bahwa strategi pembangunan di indonesia tidak mengenal perbedaan strategi yang ekstrem. Sebagai contoh selain strategi pemerataan pembangunan, Indonesia tidak mengesampingkan strategi pertumbuhan, dan strategi berwawasan ruang. Strategi tersebut dipertegas dengan ditetapkannya sasaran dan titik berat setiap repelita, yaitu:
·        Repelita I : meletakkan titik berat pada sektor pertanian dan industri yang mendukung sektor pertanian meletakkan landasan yang kuat bagi tahapan selanjutnya.
·        Repelita II : meletakkan titik berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya.
·        Repelita III : meletakkan titik berat pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan menigkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya.
·        Repelita IV : meletakkan titik berat pada sektor pertanian untuk melanjjtkan usaha-usaha menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri ringan yang akan terus dikembangkan dalam Repelita-Repelita selanjutnya meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya.


Manfaat Perencanaan Pembangunan
Fungsi/Manfaat Perencanaan  yaitu sebagai penuntun arah, minimalisasi Ketidakpastian, minimalisasi inefisiensi sumber daya, dan penetapan Standar dalam Pengawasan Kualitas. Adapun syarat perencanaan harus memiliki, mengetahui, dan memperhitungkan:
·         Tujuan akhir yang dikehendaki.
·         Sasaran-sasaran dan prioritas untuk mewujudkannya (yang mencerminkan pemilihan dari berbagai alternatif).
·         Jangka waktu mencapai sasaran-sasaran tersebut.
·         Masalah-masalah yang dihadapi.
·         Modal atau sumber daya yang akan digunakan serta pengalokasiannya.
·         kebijakan-kebijakan untuk melaksanakannya.
·         Orang, organisasi, atau badan pelaksananya.
·         Mekanisme pemantauan, evaluasi, dan pengawasan pelaksanaannya.

Periode Perencana Pembangunan

Perjalanan dokumen perencanaan pembangunan nasional sebagai kompas pembangunan sebuah bangsa, perkembangannya secara garis besar dapat dilihat dalam beberapa periode yakni:
1.        Dokumen perencanaan periode 1958-1967
Pada masa pemerintahan presiden Soekarno (Orde Lama) antara tahun 1959-1967, MPR Sementara (MPRS) menetapkan sedikitnya tiga ketetapan yang menjadi dasar perencanaan nasional yaitu TAP MPRS No.I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara, TAP MPRS No.II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana 1961-1969, dan Ketetapan MPRS No.IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan.
2.        Dokumen perencanaan periode 1968-1998
Landasan bagi perencanaan pembangunan nasional periode 1968-1998 adalah ketetapan MPR dalam bentuk GBHN. GBHN menjadi landasan hukum perencanaan pembangunan bagi presiden untuk menjabarkannya dalam bentuk Rencana Pembangunan Lima Tahunan (Repelita), proses penyusunannya sangat sentralistik dan bersifat Top-Down, adapun lembaga pembuat perencanaan sangat didominasi oleh pemerintah pusat dan bersifat ekslusif. Pemerintah Daerah dan masyarakat sebagai subjek utama out-put perencanaan kurang dilibatkan secara aktif. Perencanaan dibuat secara seragam, daerah harus mengacu kepada perencanaan yang dibuat oleh pemerintah pusat walaupun banyak kebijakan tersebut tidak bisa dilaksanakan di daerah. Akibatnya mematikan inovasi dan kreatifitas daerah dalam memajukan dan mensejahterakan masyarakatnya. Distribusi anggaran negara ibarat piramida terbalik, sedangkan komposisi masyarakat sebagai penikmat anggaran adalah piramida seutuhnya.
Sebenarnya pola perencanaan melalui pendekatan sentralistik/top-down diawal membangun sebuah bangsa adalah sesuatu hal yang sangat baik, namun pola sentralistik tersebut terlambat untuk direposisi walaupun semangat perubahan dan otonomi daerah telah ada jauh sebelum dinamika reformasi terjadi.
3.        Dokumen perencanaan periode 1998-2000
Pada periode ini yang melahirkan perubahan dramatis dan strategis dalam perjalanan bagsa Indonesia yang disebut dengan momentum reformasi, juga membawa konsekuensi besar dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan nasional, sehingga di periode ini boleh dikatakan tidak ada dokumen perencanaan pembangunan nasional yang dapat dijadikan pegangan dalam pembangunan bangsa, bahkan sewaktu pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid terbersit wacana dan isu menyangkut pembubaran lembaga Perencanaan Pembangunan Nasional, karena diasumsikan lembaga tersebut tidak efisien dan efektif lagi dalam konteks reformasi.
4.        Dokumen perencanaan periode 2000-2004
Pada sidang umum tahun 1999, MPR mengesahkan Ketetapan No.IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004. Berbeda dengan GBHN-GBHN sebelumnya, pada GBHN tahun 1999-2004 ini MPR menugaskan Presiden dan DPR untuk bersama-sama menjabarkannya dalam bentuk Program Pembangunan Nasional (Propenas) dan Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta) yang memuat APBN, sebagai realisasi ketetapan tersebut, Presiden dan DPR bersama-sama membentuk Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional 2000-2004. Propenas menjadi acuan bagi penyusunan rencana pembangunan tahunan (Repeta), yang ditetapkan tiap tahunnya sebagai bagian Undang-Undang tentang APBN. sedangkan Propeda menjadi acuan bagi penyusunan Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (Repetada).
5.        Dokumen perencanaan terkini menurut UU Nomor 25 tahun 2004 tentang SPPN
Di ujung pemerintahannya Presiden Megawati Soekarno Putri menandatangani suatu UU yang cukup strategis dalam penataan perjalanan sebuah bangsa untuk menatap masa depannya yakni UU nomor 25 tentang Sistem Perencanan Pembangunan Nasional. Dan bagaimanapun UU ini akan menjadi landasan hukum dan acuan utama bagi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memformulasi dan mengaplikasikan sesuai dengan amanat UU tersebut. UU ini mencakup landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dalam UU ini pada ruang lingkupnya disebutkan bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah dengan melibatkan masyarakat.
Intinya dokumen perencanaan pembangunan nasional yang terdiri dari atas perencanaan pembangunan yang disusun secara terpadu oleh kementerian/lembaga dan perencanaan pembangunan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenanganya mencakup : (1) Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dengan periode 20 (dua puluh) tahun, (2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dengan periode 5 (lima) tahun, dan (3) Rencana Pembangunan Tahunan yang disebut dengan Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKP dan RKPD) untuk periode 1 (satu) tahun.
Lahirnya UU tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional ini, paling tidak memperlihatkan kepada kita bahwa dengan UU ini dapat memberikan kejelasan hukum dan arah tindak dalam proses perumusan perencanaan pembangunan nasional kedepan, karena sejak bangsa ini merdeka, baru kali ini UU tentang perencanaan pembangunan nasional ditetapkan lewat UU, padahal peran dan fungsi lembaga pembuat perencanaan pembangunan selama ini baik di pusat maupun di daerah sangat besar.
Tapi pertanyaan kita, apakah UU nomor 25 tahun 2004 tentang SPPN ini tidak hanya bertukar kulit saja ? apakah RPJP, RPJM, RKP itu secara model dan mekanisme perumusannya sama saja halnya dengan program jangka panjang yang terkenal dengan motto menuju Indonesia tinggal landas, Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dengan berbagai periode dan APBN sebagai program satu tahunnya semasa pemerintahan Orde Baru ?
Apakah aspirasi, partisipasi dan pelibatan masyarakat dalam proses penjaringan, penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi dari perencanaan yang dibuat, masih dihadapkan pada balutan sloganistis dan pemenuhan azas formalitas belaka ? mungkin substansi ini yang perlu kita sikapi bersama dalam konteks perumusan kebijakan dokumen perencanaan pembangunan nasional maupun daerah ini kedepan.

Kamis, 08 Maret 2012

Pelajaran Berharga dari Desa


Liburan sekolah hari ini Ego beruntung sekali. Sudah lama ia ingin menikmati berlibur di desa kalahiran ayah ibunya. Tetapi, selalu saja ada halangan.  Sekarang rupanya kesempatan itu datang juga.
Beberapa hari lalu, paman Ego yang tinggal di desa berkujung. Ketika ia akan pulang, liburan sekolah Ego sudah dimulai. Itu sebabnya paman mengajak Ego berlibur ke desa. Tentu saja Ego tidak menolak. Ayah ibunya juga setujuh.
Sebagai anak kota, Ego merasa anak-anak desa tidak sepintar anak-anak kota. Pengetahuan anak-anak desa pasti tidak sebanyak pengetahuan anak-anak kota, pikir Ego.  Karena itu, dengan penuh percaya diri Ego pergi ke desa pamannya. Ia merasa anak-anak desa akan memandangnya kagum karena ia anak kota.
Paman mempunyai satu anak laki-laki sebaya Ego. Namanya Budi, dialah yang menemani Ego bermain sehari-hari. Suatu kali Ego mengajak Budi berenang di sungai yang letaknya di pinggir desa.
“jangan, G! Penduduk desa jarang ke sungai itu. Apalagi untuk berenang di situ. Letaknya cukup jauh. Arus airnya pun agak deras dan berbahaya. Itu sebabnya orang tua sering melarang anak-anak mandi di sungai tersebut.” Budi menjelaskan.
Namun, Ego memang karas kepala. Ia tetap memaksa Budi untuk mengantarnya ke sungai itu. Karena tidak mau bertengkar dengan sepupunya itu, Budi terpaksa mengikuti keinginan Ego. Mereka pun berenang ke sungai itu.
Sebenarnya, Ego mempunyai maksud tertentu memaksa Budi berenang di sungai itu. Is ingin memperlihatkan kepandaian berenangnya ke anak-anak desa. Dia ingin membuktikan kelebihannya sebagai anak kota.
Di Jakarta, Ego berlatih renang bersama kawan-kawannya sekalas setiap hari minggu. Mereka memiliki pelatih khusus, mantan olahragawan renang. Ego yakin pasti anak-anak desa belajar renang sendiri-sendiri saja. Mereka tidak mungkin memiliki pelatih khusus. Karena itu, pasti kepandaian renangnya tidak seberapa. Ini yang membuat Ego percaya betul akan menang dalam adu renang dengan anak-anak desa.
Setelah menyiapkan pakain renang, diam-diam Budi dan Ego berangkat menuju sungai. Agar tidak ketahuan orang tuanya, Budi menarik Ego lewat pintu belakang rumah. Mereka terpaksa memilih jalan yang dipenuhi semak belukar. Setelah cukup lama berjalan barulah mereka sampai. Di sungai tampak sudah banyak anak-anak yang sedang berenang.
“Ayo, Ego, buka bajumu cepat,” seru anak-anak yang sedang asik bermain air di sungai. Ego cuma tersenyum menanggapi ajakan anak-anak tersebut.
Alangkah enaknya mandi di sungai yang airnya jernih, pikir Ego. Apalagi, udara sudah mulai panas pula. Tanpa membuang waktu, dia segera melepas baju dan celananya. Dengan gaya perenang hebat yang penuh percaya diri, Ego pun melompat ke sungai.
Byuuuuuuurrrr...
Ari bercipratan kemana-mana.
Setelah beberapa saat, Ego tidak juga muncul ke permukaan. Anak-anak berpikir mungkin Ego langsung menyelam dan tahu-tahu muncul di seberang sunagi yang lebar itu. Mereka menduga Ego ingin bikin kejutan. Tapi, tiba-tiba...
“Toloooooong... tolooooong....,” terdengar teriakan dari arah hilir sungai.
Jaraknya cukup jauh dari Ego terjun tadi. Semua anak desa menoleh ke arah datangnya suara itu. Setelah diperlihatkan baik-baik, ternyata itu suara Ego.
Kepalanya tampak timbul tenggelam. Tapi, suara minta tolong masih terdengar.
Anak-anak segera berenang ke arah Ego. Mereka beramai-ramai menarik tubuh anak kota yang hampir tenggelam tersebut ke pinggir. Lalu, seorang anak yang paling besar membantu Ego mengeluarkan air yang tertelan.
“Terima kasih, Kawan-kawan. Kalau kalian tidak menolongku..., mungkin aku sudah....”
“Sudahlah, sudahlah, tidak apa-apa. Kami sudah biasa hidup tolong menolong di desa ini,” kata anak desa yang paling besar tadi.
Ego lalu menyalami satu per satu anak-anak desa yang telah menyelamatkan nyawanya. Ia tak menyangka anak-anak desa yang dipandangnya bodoh ini ternyata telah menyelamatkan nyawanya.
Ego sedar kalau sombong bisa merugikan diri sendiri. Liburan kali ini Ego sungguh beruntung. Banyak pelajaran berharga yang dedapatnya di desa ini.


Dikutip dengan pengubahan dari Rafraz

Kegiatan Para Penyandang Cacat


Bagi Muslichah, cacat bukan berarti hambatan untuk bekerja. Muslichah pernah menderita polio pada usia dua tahun. Sakitnya itu menyebabkan dia cacat kaki. Sebagai penderita cacat kaki, dia masih mempunyai tangan. Dengan menggunakan siku, Muslichah menggerakkan dinamo mesin motor. Sementara jari-jemarinya dengan cekatan menggerakkan kain yang dijahit. Menurut Muslichah, bekerja tidak hanya untuk mendapatkan penghasilan, tetapi lebih dari itu bekerja dapat memberikan kepuasan, tantangan, dan hiburan tersendiri.
Ketika melakukan pekerjaan, setiap orang memerlukan kerja sama dengan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya, Muslichah di bantu Nurul. Nurul yang tubuhnya normal bertugas berbelanja. Sementara untuk menjahit, memasang kancing baju, dan kegiatan lain yang dapat dikerjakan di rumah, muslichah mengajak dua temannya kerja sama. Kedua temannya, yaitu Endang dan Santi dengan senang hati menerima ajakan itu. Mereka juga sadar bahwa dengan kerja sama mereka dapat menghasilkan sesuatu yang lebih berarti.
Muslichah, Endang, dan Santi semula berteman di sekolah YPAC. Persaudaraan yang akrab diantar mereka rupanya mendorong rasa kebersamaan bekerja. Sebab itulah, usaha jahit yang mereka dirikan akhirnya juga berhasil dengan baik. Keterampilan mereka dalam merancang model dan membuat pernik hiasan akhirnya juga mengubah ciri kegiatannya. Meskipun kegiatannya menjahit, Muslichah tidak disebut oleh pelanggannya sebagai penjahit. Mereka menyebutnya sebagai pimpinan butik.

Sumber: Jawa Pos, 29 Januari 2000, dengan penyuntingan seperlunya

Strategi Pembangunan

Macam-Macam Strategi Pembangunan Ekonomi
Strategi pembangunan ekonomi diberi batasan sebagai suatu tindakan pemilihan atas faktor – faktor (variabel) yang akan dijadikan faktor / variabel utama yang menjadi penentu jalannya proses pertumbuhan (Surono, 1993). Babarapa strategi pembangunan ekonomi yang dapat disampaikan adalah :

1.        Strategi Pertumbuhan
Di dalam pemikiran ini pertumbuhan ekonomi menjadi kriteria utama bagi pengukuran keberhasilan pembangunan. Selanjutnya dianggap bahwa dengan pertumbuhan ekonomi buah pembangunan akan dinikmati pula oleh si miskin melalui proses merambat ke bawah (trickle down effect) atau melalui tindakan koreksi pemerintah mendistribusikan hasil pembangunan. Bahkan tersirat pendapat bahwa ketimpangan atau ketidakmerataan adalah merupakan semacam prasyarat atau kondisi yang harus terjadi guna memungkinkan terciptanya pertumbuhan, yaitu melalui proses akumulasi modal oleh lapisan kaya. Strategi ini disebut strategi pertumbuhan.
Inti dari konsep strategi ini adalah :
Strategi pembangunan ekonomi suatu Negara akan terpusat pada upaya pembentukan modal, serta bagaimana menanamkannya secara seimbang, menyebar, terarah, dan memusatkan, sehingga dapat menimbulkan efek pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya bahwa pertumbuhan ekonomi akan dinikmati oleh golongan lemah melalui proses merambat ke bawah (trickle-down-effect), pendistribusian kembali. Jika terjadi ketimpangan atau ketidakmerataan, hal tersebut merupakan persyaratan terciptanya pertumbuhan ekonomi. Kritik paling keras dari strategi yang pertama ini adalah bahwa pada kenyataan yang terjadi adalah ketimpangan yang semakin tajam.
2.        Strategi Pembangunan dengan Pemerataan
Keadaan sosial antara si kaya dan si miskin mendorong para ilmuwan untuk mencari alternatif. Alternatif baru yang muncul adalah strategi pembangunan pemerataan. Strategi ini dikemukakan oleh Ilma Aldeman dan Morris. Yang menonjol pada pertumbuhan pemerataan ini adalah ditekannya peningkatan pembangunan melalui teknik social engineering, seperti melalui penyusunan rencana induk, paket program terpadu. Dengan kata lain, pembangunan masih diselenggarakan atas dasar persepsi, instrumen yang ditentukan dari dan oleh mereka yang berada “diatas” (Ismid Hadad, 1980). Namun ternyata model pertumbuhan pemerataan ini juga belum mampu memecahkan masalah pokok yang dihadapi negara-negara sedang berkembang seperti pengangguran masal, kemiskinan struktural dan kepincangan sosial.
3.        Strategi Ketergantungan
Teori ketergantungan muncul dari pertemuan ahli-ahli ekonomi Amerika Latin pada tahun 1965 di Mexico City. Menjelaskan dasar-dasar kemiskinan yang diderita oleh negara-negara sedang berkembang, khususnya negara-negra Amerika Latin. Yang menarik dari teori ketergantungan adalah munculnya istilah dualisme utara-selatan, desa kota, corepriphery yang pada dirinya mencerminkan adanya pemikiran pembangunan yang berwawasan ruang.
Pada tahun 1965 muncul strategi pembangunan dengan nama strategi ketergantungan. Konsep ini timbul dikarenakan tidak sempurnanya strategi pertumbuhan dan strategi pembangunan dengan pemerataan.
Inti dari konsep strategi ketergantungan adalah:
Kemiskinan di negara–negara berkembang lebih disebabkan karena adanya ketergantungan negara tersebut dari pihak/negara lainnya. Oleh karena itu jika suatu negara ingin terbebas dari kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi, negara tersebut harus mengarahkan upaya pembangunan ekonominya pada usaha melepaskan diri dari ketergantungandari pihak lain. Langkah yang dapat ditempuh diantaranya adalah meningkatkan produksi nasional yang disertai dengan peningkatan kemampuan dalam bidang produksi, lebih mencintai produk nasional.
Teori ketergantungan ini kemudian dikritik oleh Kothari dengan mengatakan “. . teori ketergantungan tersebut memang cukup relevan, namun sayangnya telah menjadi semacam dalih terhadap kenyataan dari kurangnya usaha untuk membangun masyarakat sendiri (selfdevelopment). Sebab selalu akan gampang sekali bagi kita untuk menumpahkan semua kesalahan pada pihak luar yang memeras, sementara pemerasan yang terjadi di dalam lingkungan masyarakat kita sendiri dibiarkan saja . . “ (Kothari dalam Ismid Hadad, 1980 ).
Strategi yang Berwawasan Ruang
Pada argumentasi Myrdall dan Hirschman terdapat dua istilah yaitu “back-wash effects” dan “spread effects” .
“Back-wash Effects” adalah kurang maju dan kurang mampunya daerah-daerah miskin untuk membangun dengan cepat disebutkan pula oleh terdapatnya beberapa keadaan yang disebut Myrdall.
“spread effects” (pengaruh menyebar), tetapi pada umumnya spread-effects yang terjadi adalh jauh lebiih lemah dari back-wash effectsnya sehingga secara keseluruhan pembangunan daerah yang lebih kaya akan memperlambat jalnnya pembangunan di daerah miskin.
Perbedaan pandangan kedua tokoh tersebut adalah bahwa Myrdall tidak percaya bahwa keseimbangan daerah kaya dan miskin akan tercapai, sedangkan Hirschman percaya, sekalipun baru akan tercapai dalam jangka panjang.
4.        Strategi Pendekatan Kebutuhan Pokok
Sasaran strategi ini adalah menaggulangi kemiskinan secara masal. Strategi ini selanjutnya dikembangkan oleh Organisasi Perburuhan Sedunia (ILO) pada tahun 1975, dengan dikeluarkannya dokumen: Employment, Growth, and Basic Needs: A One World Problem. ILO dengan menekankan bahwa kebutuhan pokok manusia tidak mungkin dapat dipengaruhi jika pendapatan masih rendah akibat kemiskinan yang bersumber pada pengangguran. Oleh karena itu sebaiknya usaha-usaha diarahkan pada penciptaan lapangan kerja, peningkatan pemenuhan kebutuhan pokok dan sejenisnya.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Strategi Pembangunan Ekonomi
Pada dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan strategi pembangunan ekonomi adalah tujuan yang khendak dicapai. Apabila yang ingin dicapai adalah tingkat pertumbuhan yang tinggi, maka faktor yang mempengaruhi digunakannya strategi tersebut adalah tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah, akumilasi kapital rendah, tingkat pendapatan pada kapital yang rendah, struktur ekonomi yang berat ke sektor tradisional yang juga kurang berkembang.
Melalui peningkatan laju pertumbuhan itu orang percaya bahwa prinsip trickle down effect akan bekerja dengan baik sehingga tujuan pembangunan secara keseluruhan dapat dicapai. Namun seperti yang telah diuraikan ternyata strategi pembangunan itu tidak dapat berperan baik, khususnya dalam mencapai tingkat pemerataan pembangunan, mengatasi pengganguran dan kemiskinan. Sehingga faktor yang mempengaruhi dipilihnya strategi penciptaan lapangan pekerjaan adalah tidak bekerjanya trickle down effect, pemerataan pembangunan yang pincang, pengganguran yang cukup besar khususnya di sektoe tradisional yang dipihak lain masih didukung laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi.
Faktor yang mempengaruhi diberlakukannya strategi Pembangunan yang berorientasi pada penghapusan kemiskinan-kemiskinan pada dasrnya dilandasi keinginan, berdasarkan norma tertentu, bahwa kemiskinan harus secepat mungkin dibatasi. Sementara itu strategi-strategi pembangunan yang lain ternyata sangat sulit mempengaruhi atau memberikan manfaat secara langsung kepada golongan miskin ini.
Strategi pembangunan, seperti telah diuraikan, ternyata malah menimbulkan ketidakmerataan hasil pembangunan. Kemerataan itu tidak hanya antargolongan masyarakat, tetapi juga antar daerah. Sehingga ada daerah maju dan daerah terbelakang. Ketimpangan antar daerah ini pada dasarnya disebabkan oleh kebijaksanaan penanaman modal yang cendrung hanya diarahkan kelokasi tertentu. Biasanya modal yang ditanamkan tersebut bersifat padat modal dan outputnya berorientasi ke pasar Internasional dan atau kelompok menengah ke atas di dalam negeri. dalam kebijaksanaan ini ternyata bekerjanya prinsip spread effect( bandingkan dengan prisip trickle down effect) lebih lemah dibandingkan dengan bekerjanya back-wash effect (Proses mengalirnya dana sumber daya dari daerah terbelakang (desa) ke daerah maju (kota) ), sehiongga strategi penanaman modal itu mengakibatkan makin miskinnya daerah terbelakang, khususnya pemiskinan sumber dayanya.
Selain karena kebijaksanaan penanaman modal, ketimpangan antar daerah juga disebabkan karena potensi daerah yang berbeda-beda. Di daerah Kalimantan misalnya, potensi hutannya besar sekali dan itu tidak dimiliki Pulau Jawa. Riau memiliki sumber minyak bumi dan tidak dimiliki NTT. Dengan demikian faktor-faktor yang mempengaruhi diberlakukannya strategi pembangunan yang berorientasi pada pemerataan antar daerah adalah potensi anyar daerah yang berbeda, kebijaksanaan penanaman modal yang berat sebelah (urban bias: penanaman modal hanya di sektor yang sangat menguntungkan, biasanya di daerah perkotaan), dan karena adanya ketimpangan antar daerah.


Sumber:
http://ayucintyavirayasti.blogspot.com/2011/03/strategi-pembangunan-ekonomi_04.html

Senin, 05 Maret 2012

Sistem Perekonomian Indonesia

Perkembangan Sistem Perekonomian Indonesia
1.      Perkembangan sistem ekonomi  Indonesia sebelum Orde Baru
Sejak berdirinya negara Republik Indonesia,banyak sudah tokoh-tokoh negara pada saat itu telah merumuskan bentuk perekonomian yang tepat bagi bangsa Indonesia,baik secara individu maupun diskusi kelompok. Sebagai contoh, Bung Hatta sendiri,semasa hidupnya mencetuskan ide, bahwa dasar perekonomian Indonesia yang sesuai dengan cita-cita tolong menolong adalah koperasi ( Moh.Hatta dalam Sri-Edi Swasono,1985 ),namun bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus dilakukan secara koperasi.
Demokrasi Ekonomi dipilih,karena memiliki ciri-ciri positif yang diantaranya adalah (Suroso,1993 ):
·         Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan,
·         Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
·         Bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
·         warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak
Dengan demikian didalam perekonomian Indonesia tidak mengijinkan adanya :
Free Fiht liberalism yaitu adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah,dengan akibat semakin bertambah luasnya jurang pemisah si kaya dan si miskin.
Etatisme yaitu keikut sertaan pemerintah yang terlalu dominan sehingga mematikan motivasi dan kreasi dari masyarakat untuk berkembang dan bersaing secara sehat.
Monopoli yaitu suatu bentuk pemusatan ekonomi pada satu kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan hati pada konsumen untuk tidak mengikuti ' keinginan sang monopoli '.
Meskipun pada awalnya perkembangan perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi Pancasila, Ekonomi Demokrasi,dan 'mungkin campuran', namun bukan berarti sistem perekonomian liberalisme dan etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950-an sampai tahun 1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia. Demikian juga dengan sistem etatisme,pernah juga mewarnai corak perekonomian ditahun 1960-an sampai dengan orde baru.
2.      Perkembangan sistem ekonomi Indonesia setelah Orde Baru
Setelah melalui masa-masa penuh tantangan periode 1945-1965,semua tokoh negara yang duduk dalam pemerintahan sebagai wakil rakyat sepakat untuk kembali menempatkan sistem ekonomi kita pada nilai-nilai yang telah tersirat dalam UUD 1945.
Awal Orde Baru diwarnai dengan masa-masa rehabilitasi, perbaikan, hampir di seluruh sektor kehidupan,tidak terkecuali sektor ekonomi. Rehabilitasi ini terutama ditujukan untuk:
·         Membersihkan segala aspek kehidupan dari sisa-sisa faham dan sistem perekonomian yang lama ( liberal/kapitalis dan etatisme/komunis ).
·         Menurunkan dan mengendalikan laju inflasi yang saat itu sangat tinggi,yang berakibat terhambatnya proses penyembuhan dan peningkatan kegiatan ekonomi secara umum.

PERTANYAAN DISKUSI

Pada kondisi bagaimana translasi mata uang asing mempengaruhi mata uang asing? Jawaban: Hubungan terbalik antara tingkat inflasi sebuah n...