Pada
perdagangan dalam negeri pihak penjual dan pembeli bertempat tinggal dalam
negara yang sama. Dengan demikian, penjual, dan pembeli mengakui mata uang yang
sama. Oleh karena itu, tidak ada kesulitan mengenai alat pembayaran. Penjula
dan pembeli yang tinggal di Indonesia mau dibayar dan membayar dengan uang
rupiah. Karena penjual dan pembeli tinggal di satu negara, pembayarannya dapat
dilakukan secara langsung. Pembeli bertemu dengan penjual dan menyerahkan uang
secara langsung.
Dalam
perdagangan internasional, penjula dan pembeli tinggal di negara yang berbeda.
Penjual dan pembeli mengakui mata uang yang berbeda. Oleh karena itu,
pembayaran pada perdagangan internasional tidak dapat menggunakan uang dalam
negeri. Pembayaran antar negara menggunakan devisa, yaitu dalam pembayaran luar
negeri antara lain dengan uang asing (valuta asing). Pelaksananya, pembeli
menukarkan valuta yang dimiliki dengan valuta asing yang diperlukan. Karena
nilai mata uang suatu negara dengan negara lain berbeda, penukaran itu harus
dengan kurs. Kurs adalah harga uang
asing yang dinyatakan dengan rupiah.
Pada
perdagangan intenasional, pihak penjual di luar negeri minta dibayar dengan
valuta negaranya sendiri atau valuta asing yang berniali mantap, antara lain
dolar AS.
Misalnya,
seorang pedagang (importir) di Surabaya mengimpor alat-alat elektronik dari
Jepang. Pengusaha elektronik di Jepang minta dibayar dengan yen atau dolar AS.
Oleh karena itu, importir di Surabaya itu harus berusaha mendapatkan yen atau
dolar AS untuk membayar alat-alat elektronika yang diimpornya. Untuk itu, ia
harus menukarkan uang rupiah miliknya dengan yen atau dolar AS yang diperlukan.
Dengan adanya tukar-menukar itu, terjadi perdagangan valuta asing atau jual
beli valuta asing. Importir dapat membeli valuta asing dari bank devisa selaku
pedagang valuta asing. Pengekspor mempunyai valuta asing karena pada waktu
mengekspor barang ia bayar dengan valuta asing.
Di bursa
valuta asing terjadi permintaan dan penawaran. Namun, bukan permintaan dan
penawaran barang dan jasa, melainkan permintaan dan penawaran valuta asing.
Kesempatan kurs dalam permintaan dan penawaran valuta asing akan membentuk kurs
keseimbangan.
Dalam
praktik, para pedagang valuta asing atau bank devisa yang memperdagangkan
valuta asing menerapkan dua macam kurs, yaitu kurs beli dan kurs jual. Kurs beli adalah kurs yang berlaku bagi
penawaran valuta asing. Kurs jual
adalah kurs yang berlaku bagi permintaan valuta asing. Apabila pedagang valuta
asing membeli valuta asing dari eksportir digunakan kurs beli. Apabila pedagang
valuta asing menjual valuta asing kepada importir yang memerlukan, digunakan
kurs jual. Kurs beli lebih rendah daripada kurs jual. Selisihnya merupakan
keuntungan bagi pedagang valuta asing atau bank devisa.
Misalnya,
pada hari ini kurs beli dolar AS Rp8.750,00 dan kurs jual Rp8.850,00. Apabila
pedagang valuta asing atau bank devisa membeli dolar AS dari seseorang
eksportir atau pihak lain yang memiliki dolar AS, digunakan kurs beli yaitu
Rp8.750,00. Sebaliknya, apabila pedagang valuta asing atau bank devisa menjual
dolar AS kepada importir yang memerlukan, digunakan kurs jual, yaitu
Rp8.850,00, dengan demikian, setiap satu dolar AS pedagang valuta asing
mendapat laba Rp100,00.
Apabila
jumlah permintaan suatu valuta asing melebihi jumlah penawaran, kurs valuta
asing itu akan naik. Sebaliknya, apabila jumlah penawaran suatu valuta asing
melebihi jumlah permintaan, kurs valuta asing tersebut turun. Itulah sebebnya,
kurs valuta asing setiap hari berubah. Perubahan kurs valuta asing itu
mengikuti perubahan jumlah permintaan dan penawaran valuta asing. Dengan kata
lain, perubahan kurs valuta asing ditentukan oleh perubahan dan penawaran
valuta asing.
Referensi:
Suroso,
Rendro Adi Widigdo. 2004. Pengetahuan
Sosial Ekonomi. Solo: Tiga Serangkai