Liburan sekolah hari ini Ego beruntung sekali. Sudah lama ia ingin menikmati berlibur di desa kalahiran ayah ibunya. Tetapi, selalu saja ada halangan. Sekarang rupanya kesempatan itu datang juga.
Beberapa hari lalu, paman Ego yang tinggal di desa berkujung. Ketika ia akan pulang, liburan sekolah Ego sudah dimulai. Itu sebabnya paman mengajak Ego berlibur ke desa. Tentu saja Ego tidak menolak. Ayah ibunya juga setujuh.
Sebagai anak kota, Ego merasa anak-anak desa tidak sepintar anak-anak kota. Pengetahuan anak-anak desa pasti tidak sebanyak pengetahuan anak-anak kota, pikir Ego. Karena itu, dengan penuh percaya diri Ego pergi ke desa pamannya. Ia merasa anak-anak desa akan memandangnya kagum karena ia anak kota.
Paman mempunyai satu anak laki-laki sebaya Ego. Namanya Budi, dialah yang menemani Ego bermain sehari-hari. Suatu kali Ego mengajak Budi berenang di sungai yang letaknya di pinggir desa.
“jangan, G! Penduduk desa jarang ke sungai itu. Apalagi untuk berenang di situ. Letaknya cukup jauh. Arus airnya pun agak deras dan berbahaya. Itu sebabnya orang tua sering melarang anak-anak mandi di sungai tersebut.” Budi menjelaskan.
Namun, Ego memang karas kepala. Ia tetap memaksa Budi untuk mengantarnya ke sungai itu. Karena tidak mau bertengkar dengan sepupunya itu, Budi terpaksa mengikuti keinginan Ego. Mereka pun berenang ke sungai itu.
Sebenarnya, Ego mempunyai maksud tertentu memaksa Budi berenang di sungai itu. Is ingin memperlihatkan kepandaian berenangnya ke anak-anak desa. Dia ingin membuktikan kelebihannya sebagai anak kota.
Di Jakarta, Ego berlatih renang bersama kawan-kawannya sekalas setiap hari minggu. Mereka memiliki pelatih khusus, mantan olahragawan renang. Ego yakin pasti anak-anak desa belajar renang sendiri-sendiri saja. Mereka tidak mungkin memiliki pelatih khusus. Karena itu, pasti kepandaian renangnya tidak seberapa. Ini yang membuat Ego percaya betul akan menang dalam adu renang dengan anak-anak desa.
Setelah menyiapkan pakain renang, diam-diam Budi dan Ego berangkat menuju sungai. Agar tidak ketahuan orang tuanya, Budi menarik Ego lewat pintu belakang rumah. Mereka terpaksa memilih jalan yang dipenuhi semak belukar. Setelah cukup lama berjalan barulah mereka sampai. Di sungai tampak sudah banyak anak-anak yang sedang berenang.
“Ayo, Ego, buka bajumu cepat,” seru anak-anak yang sedang asik bermain air di sungai. Ego cuma tersenyum menanggapi ajakan anak-anak tersebut.
Alangkah enaknya mandi di sungai yang airnya jernih, pikir Ego. Apalagi, udara sudah mulai panas pula. Tanpa membuang waktu, dia segera melepas baju dan celananya. Dengan gaya perenang hebat yang penuh percaya diri, Ego pun melompat ke sungai.
Byuuuuuuurrrr...
Ari bercipratan kemana-mana.
Setelah beberapa saat, Ego tidak juga muncul ke permukaan. Anak-anak berpikir mungkin Ego langsung menyelam dan tahu-tahu muncul di seberang sunagi yang lebar itu. Mereka menduga Ego ingin bikin kejutan. Tapi, tiba-tiba...
“Toloooooong... tolooooong....,” terdengar teriakan dari arah hilir sungai.
Jaraknya cukup jauh dari Ego terjun tadi. Semua anak desa menoleh ke arah datangnya suara itu. Setelah diperlihatkan baik-baik, ternyata itu suara Ego.
Kepalanya tampak timbul tenggelam. Tapi, suara minta tolong masih terdengar.
Anak-anak segera berenang ke arah Ego. Mereka beramai-ramai menarik tubuh anak kota yang hampir tenggelam tersebut ke pinggir. Lalu, seorang anak yang paling besar membantu Ego mengeluarkan air yang tertelan.
“Terima kasih, Kawan-kawan. Kalau kalian tidak menolongku..., mungkin aku sudah....”
“Sudahlah, sudahlah, tidak apa-apa. Kami sudah biasa hidup tolong menolong di desa ini,” kata anak desa yang paling besar tadi.
Ego lalu menyalami satu per satu anak-anak desa yang telah menyelamatkan nyawanya. Ia tak menyangka anak-anak desa yang dipandangnya bodoh ini ternyata telah menyelamatkan nyawanya.
Ego sedar kalau sombong bisa merugikan diri sendiri. Liburan kali ini Ego sungguh beruntung. Banyak pelajaran berharga yang dedapatnya di desa ini.
Dikutip dengan pengubahan dari Rafraz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar