Standar
Auditing
Standar auditing
berkaitan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja audit, dan berkaitan dengan
tujuan yang hendak dicapai dengan menggunakan prosedur yang ada. Standar
auditing terdiri dari 10 yang dikelompokkan kedalam 3 bagian, diantaranya
standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Dalam banyak
hal, standar-standar tersebut saling berhubungan dan saling bergantung satu
dengan lainnya. “materialitas” dan “resiko audit” melandasi penerapan semua
standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.
1.
Standar
umum
Standar umum bersifat pribadi dan
berkaitan dengan persyaratan auditor dan mutu pekerjaannya. Standar umum ini
mencakup tiga bagian, yaitu:
1)
Audit harus dilaksanakan oleh seorang
atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai
auditor.
Dalam melaksanakan
audit sampai pada suatu pernyataan pendapat, auditor harus senantiasa bertindak
sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan bidang auditing. Pencapaian
keahlian tersebut dimulai dari pendidikan formal ditambah dengan
pengalaman-pengalaman dalam praktik audit dan menjalani pelatihan teknis yang
cukup. Asisten junior yang baru masuk dalam karir auditing harus memperoleh
pengalaman profesionalnya dengan mendapatkan supervisi yang memadai dan review
atas pekerjaannya dari atasannya yang lebih berpengalaman.
Pelatihan yang
dimaksudkan disini, mencakup pula pelatihan kesadaran untuk secara
terus-menerus mengikuti perkembangan yang terjadi dalam bidang bisnis dan
profesinya. Ia harus mempelajari, memahami, dan menerapkan ketentuan-ketentuan
baru dalam prinsip akuntansi dan standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia.
2)
Dalam semua hal yang berhubungan dengan
perikatan, independensi dan sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
Standar ini
mengharuskan seorang auditor bersikap independen, yang artinya seorang auditor
tidak mudah dipengaruhi, karena pekerjaannya untuk kepentingan umum.
Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor independen sangat
penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Untuk menjadi independen,
seorang auditor harus secara intelektual jujur.
Profesi akuntan publik
telah menetapkan dalam Kode Etik Akuntan Indonesia, agar anggota profesi
menjaga dirinya dari kehilangan persepsi independensi dari masyarakat.
Independensi secara intrinsik merupakan masalah mutu pribadi, bukan merupakan
suatu aturan yang dirumuskan untuk dapat diuji secara objektif. BAPEPAM juga
dapat menetapkan persyaratan independensi bagi auditor yang melaporkan tentang
informasi keuangan yang akan diserahkan, yang mungkin berbeda dari Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI).
3)
Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan
laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat
dan seksama.
Penggunaan kemahiran
profesional dengan cermat dan seksama menekankan tanggung jawab setiap
profesional yang bekerja dalam organisasi auditor. Selain itu juga menyangkut
apa yang dikerjakan auditor dan bagaimana kesempurnaan pekerjaannya tersebut.
Seorang auditor harus memiliki “tingkat keterampilan yang umumnya dimiliki”
oleh auditor pada umumnya dan harus menggunakan keterampilan tersebut dengan
“kecermatan dan keseksamaan yang wajar”. Untuk itu, auditor dituntut untuk memiliki
skeptisme profesional dan keyakinan yang memadai dalam mengevaluasi bukti
audit.
2.
Standar
Pekerjaan Lapangan
Standar pekerjaan lapangan terdiri dari
tiga, yaitu:
1) Pekerjaan
harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi
dengan semestinya.
Poin ini menjelaskan
bahwa, penunjukan auditor independen secara dini akan memberikan banyak manfaat
bagi auditor maupun klien. Penunjukan secara dini memungkinkan auditor
merencanakan pekerjaannya sedemikian rupa sehingga pekerjaan tersebut dapat
dilaksanakan dengan cepat dan efisien serta dapat menentukan seberapa jauh
pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan sebelum tanggal neraca
2) Pemahaman
memadai atas pengendalian interen harus diperoleh untuk merencanakan audit dan
menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
Untuk semua auditor
harus memperoleh pemahaman tentang pengendalian internal yang memadai untuk
merencanakan audit dengan melaksanakan prosedur untuk memahami desain
pengendalian yang relevan dengan audit atas laporan keuangan, dan apakah
pengendalian interen tersebut dioperasikan. Setelah memperoleh pemahaman
tersebut, auditor menaksir resiko pengendalian untuk asersi yang terdapat dalam
saldo akun, golongan transaksi, dan komponen pengungkapan dalam laporan
keuangan. Kemudian, auditor dapat mencari pengurangan lebih lanjut resiko
pengendalian taksiran untuk asersi tertentu.
Auditor menggunakan
pengetahuan yang dihasilkan dari pemahaman atas pengendalian interen dan
tingkat resiko pengendalian taksiran dalam menentukan sifat, saat dan luas
pengujian substantive untuk asersi laporan keuangan.
3) Bukti
audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memahami
untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.
Sebagian besar
pekerjaan auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan
keuangan terdiri dari usaha untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit.
Bukti audit sangat bervariasi pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh
auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan
auditan. Relevansi, objektivitas, ketepatan waktu, dan keberadaan bukti lain
yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti.
3.
Standar
Pelaporan
Standar pelaporan terdiri dari empat
item, diantaranya:
1) Laporan
audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Standar pelaporan
pertama ini tidak mengharuskan untuk menyatakan tentang fakta (statement of
fact), namun standar tersebut mengharuskan auditor untuk menyatakan suatu
pendapat mengenai apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip
akuntansi tersebut. Prinsip akuntansi berlaku umum atau “generally accepted
accounting principles” mencakup konvensi, aturan dan prosedur yang
diperlukan untuk membatasi praktik akuntansi yang berlaku umum diwilayah
tertentu dan pada waktu tertentu.
2) Laporan
auditor harus menunjukkan, jika ada ketidak konsistenan penerapan prinsip
akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan
dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
Standar ini juga
disebut dengan standar konsistensi. Standar konsistensi menuntut auditor
independen untuk memahami hubungan antara konsistensi dengan daya banding
laporan keuangan. Kurangnya konsistensi penerapan prinsip akuntansi dapat
menyebabkan kurangnya daya banding laporan keuangan.
Standar ini bertujuan
untuk memberikan jaminan bahwa jika daya banding laporan keuangan diantara
kedua periode dipengaruhi secara material oleh perubahan prinsip akuntansi,
auditor akan mengungkapkan perubahan tersebut dalam laporannya. Caranya, dengan
menambahkan paragraf penjelasn yang disajikan setelah paragraf pendapat.
3) Pengungkapan
informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan
lain dalam laporan auditor.
Penyajian laporan
keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia mencakup
dimuatnya pengungkapan informatif yang memadai atas hal-hal material,
diantaranya bentuk, susunan, dan isi laporan keuangan serta catatan atas
laporan keuangan. Auditor harus selalu mempertimbangkan apakah masih terdapat
hal-hal tertentu yang harus diungkapkan sehubungan dengan keadaan dan fakta yang
diketahuinya pada saat audit.
Dalam mempertimbangkan
cukup atau tidaknya pengungkapan, auditor menggunakan informasi yang diterima
dari kliennya atas dasar kepercayaan bahwa auditor akan merahasiakan informasi
tersebut. Tanpa kepercayaan, auditor akan sulit untuk memperoleh informasi yang
diperlukan untuk menanyatakan pendapat atas laporan keuangannya.
4) Laporan
auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara
keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus
dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka
laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit
yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh
auditor.
Tujuan standar
pelaporan ini adalah untuk mencegah salah tafsir tentang tingkat tanggung jawab
yang dipikul oleh akuntan bila namanya dikaitkan dengan laporan keuangan.
Seorang akuntan dikaitkan dengan laporan keuangan jika ia mengizinkan namanya
dalam suatu laporan, dokumen, atau komunikasi tertulis yang berisi laporan
tersebut. Bila seorang akuntan menyerahkan kepada kliennya atau pihak lain
suatu laporan keuangan yang disusunnya atau dibantu penyusunannya, maka ia juga
dianggap berkaitan dengan laporan keuangan tersebut, meskipun ia tak
mencantumkan namanya dalam laporan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar