Strategi Pembangunan Ekonomi Indionesia
Salah satu konsep penting yang perlu diperhatikan dalam mempelajari perekonomian suatu negara adalah mengetahui tentang strategi pembangunan ekonomi. Strategi pembangunan ekonomi diberi batasan sebagai suatu tindakan pemilihan atas faktor-faktor (variabel) yang akan dijadikan faktor/ variabel utama yang menjadi penentu jalannya proses pertumbuhan (Suroso, 1993).
Strategi pembangunan adalah merupakan suatu cara untuk mencapai visi dan misi yang dirumuskan dalam bentuk strategi sehingga dapat meningkatkan kinerja.
Pada prinsipnya, pemilihan strategi apa yang akan digunakan dalam proses pembangunan sangat dipengaruhi oleh pertanyaan "Apa tujuan yang hendak dicapai ?"
Strategi Pembangunan Ekonomi Indionesia
Sebelum orde baru strategi pembangunan ekonomi di indonesia secara teori telah diarahkan pada usaha pencapaian laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun pada kenyataannya nampak adanya kecenderungan yang lebih menitikberatkan pada tujuan-tujuan politik, dan kurang memperhatikan pembangunan ekonomi.
Sedangkan pada awal orde baru, strategi pembangunan di Indonesia lebih diarahkan pada tindakan pembersihan dan perbaikan kondisi ekonomi yang mendasar, terutama usaha untuk menekan laju inflasi yang cukup tinggi.
Dari keterangan pemerintah yang ada, dapat sedikit disimpulkan bahwa strategi pembangunan di indonesia tidak mengenal perbedaan strategi yang ekstrem. Sebagai contoh selain strategi pemerataan pembangunan, Indonesia tidak mengesampingkan strategi pertumbuhan, dan strategi berwawasan ruang. Strategi tersebut dipertegas dengan ditetapkannya sasaran dan titik berat setiap repelita, yaitu:
· Repelita I : meletakkan titik berat pada sektor pertanian dan industri yang mendukung sektor pertanian meletakkan landasan yang kuat bagi tahapan selanjutnya.
· Repelita II : meletakkan titik berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya.
· Repelita III : meletakkan titik berat pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan menigkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya.
· Repelita IV : meletakkan titik berat pada sektor pertanian untuk melanjjtkan usaha-usaha menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri ringan yang akan terus dikembangkan dalam Repelita-Repelita selanjutnya meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya.
Manfaat Perencanaan Pembangunan
Fungsi/Manfaat Perencanaan yaitu sebagai penuntun arah, minimalisasi Ketidakpastian, minimalisasi inefisiensi sumber daya, dan penetapan Standar dalam Pengawasan Kualitas. Adapun syarat perencanaan harus memiliki, mengetahui, dan memperhitungkan:
· Tujuan akhir yang dikehendaki.
· Sasaran-sasaran dan prioritas untuk mewujudkannya (yang mencerminkan pemilihan dari berbagai alternatif).
· Jangka waktu mencapai sasaran-sasaran tersebut.
· Masalah-masalah yang dihadapi.
· Modal atau sumber daya yang akan digunakan serta pengalokasiannya.
· kebijakan-kebijakan untuk melaksanakannya.
· Orang, organisasi, atau badan pelaksananya.
· Mekanisme pemantauan, evaluasi, dan pengawasan pelaksanaannya.
Periode Perencana Pembangunan
Perjalanan
dokumen perencanaan pembangunan nasional sebagai kompas pembangunan sebuah
bangsa, perkembangannya secara garis besar dapat dilihat dalam beberapa
periode yakni:
1.
Dokumen perencanaan periode 1958-1967
Pada
masa pemerintahan presiden Soekarno (Orde Lama) antara tahun 1959-1967, MPR
Sementara (MPRS) menetapkan sedikitnya tiga ketetapan yang menjadi dasar
perencanaan nasional yaitu TAP MPRS No.I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik
republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara, TAP MPRS
No.II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta
Berencana 1961-1969, dan Ketetapan MPRS No.IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-Pedoman
Pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan.
2.
Dokumen perencanaan periode 1968-1998
Landasan
bagi perencanaan pembangunan nasional periode 1968-1998 adalah ketetapan MPR
dalam bentuk GBHN. GBHN menjadi landasan hukum perencanaan pembangunan bagi
presiden untuk menjabarkannya dalam bentuk Rencana Pembangunan Lima Tahunan
(Repelita), proses penyusunannya sangat sentralistik dan bersifat Top-Down,
adapun lembaga pembuat perencanaan sangat didominasi oleh pemerintah pusat dan
bersifat ekslusif. Pemerintah Daerah dan masyarakat sebagai subjek utama
out-put perencanaan kurang dilibatkan secara aktif. Perencanaan dibuat secara
seragam, daerah harus mengacu kepada perencanaan yang dibuat oleh pemerintah
pusat walaupun banyak kebijakan tersebut tidak bisa dilaksanakan di daerah.
Akibatnya mematikan inovasi dan kreatifitas daerah dalam memajukan dan
mensejahterakan masyarakatnya. Distribusi anggaran negara ibarat piramida
terbalik, sedangkan komposisi masyarakat sebagai penikmat anggaran adalah
piramida seutuhnya.
Sebenarnya
pola perencanaan melalui pendekatan sentralistik/top-down diawal membangun
sebuah bangsa adalah sesuatu hal yang sangat baik, namun pola sentralistik
tersebut terlambat untuk direposisi walaupun semangat perubahan dan otonomi
daerah telah ada jauh sebelum dinamika reformasi terjadi.
3.
Dokumen perencanaan periode 1998-2000
Pada
periode ini yang melahirkan perubahan dramatis dan strategis dalam perjalanan
bagsa Indonesia yang disebut dengan momentum reformasi, juga membawa
konsekuensi besar dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan nasional,
sehingga di periode ini boleh dikatakan tidak ada dokumen perencanaan
pembangunan nasional yang dapat dijadikan pegangan dalam pembangunan bangsa,
bahkan sewaktu pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid terbersit wacana dan isu
menyangkut pembubaran lembaga Perencanaan Pembangunan Nasional, karena
diasumsikan lembaga tersebut tidak efisien dan efektif lagi dalam konteks
reformasi.
4.
Dokumen perencanaan periode 2000-2004
Pada
sidang umum tahun 1999, MPR mengesahkan Ketetapan No.IV/MPR/1999 tentang
Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004. Berbeda dengan GBHN-GBHN
sebelumnya, pada GBHN tahun 1999-2004 ini MPR menugaskan Presiden dan DPR untuk
bersama-sama menjabarkannya dalam bentuk Program Pembangunan Nasional (Propenas)
dan Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta) yang memuat APBN, sebagai realisasi
ketetapan tersebut, Presiden dan DPR bersama-sama membentuk Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional 2000-2004. Propenas menjadi
acuan bagi penyusunan rencana pembangunan tahunan (Repeta), yang ditetapkan
tiap tahunnya sebagai bagian Undang-Undang tentang APBN. sedangkan Propeda
menjadi acuan bagi penyusunan Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (Repetada).
5.
Dokumen perencanaan terkini menurut UU Nomor
25 tahun 2004 tentang SPPN
Di
ujung pemerintahannya Presiden Megawati Soekarno Putri menandatangani suatu UU
yang cukup strategis dalam penataan perjalanan sebuah bangsa untuk menatap masa
depannya yakni UU nomor 25 tentang Sistem Perencanan Pembangunan Nasional. Dan
bagaimanapun UU ini akan menjadi landasan hukum dan acuan utama bagi
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memformulasi dan
mengaplikasikan sesuai dengan amanat UU tersebut. UU ini mencakup landasan
hukum di bidang perencanaan pembangunan baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Dalam UU ini pada ruang lingkupnya disebutkan bahwa Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan
pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka
menengah dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan di
pusat dan daerah dengan melibatkan masyarakat.
Intinya
dokumen perencanaan pembangunan nasional yang terdiri dari atas perencanaan
pembangunan yang disusun secara terpadu oleh kementerian/lembaga dan
perencanaan pembangunan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenanganya
mencakup : (1) Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dengan periode 20
(dua puluh) tahun, (2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dengan
periode 5 (lima) tahun, dan (3) Rencana Pembangunan Tahunan yang disebut dengan
Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKP dan RKPD)
untuk periode 1 (satu) tahun.
Lahirnya
UU tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional ini, paling tidak
memperlihatkan kepada kita bahwa dengan UU ini dapat memberikan kejelasan hukum
dan arah tindak dalam proses perumusan perencanaan pembangunan nasional
kedepan, karena sejak bangsa ini merdeka, baru kali ini UU tentang perencanaan pembangunan
nasional ditetapkan lewat UU, padahal peran dan fungsi lembaga pembuat
perencanaan pembangunan selama ini baik di pusat maupun di daerah sangat besar.
Tapi
pertanyaan kita, apakah UU nomor 25 tahun 2004 tentang SPPN ini tidak hanya bertukar
kulit saja ? apakah RPJP, RPJM, RKP itu secara model dan mekanisme
perumusannya sama saja halnya dengan program jangka panjang yang terkenal
dengan motto menuju Indonesia tinggal landas, Rencana Pembangunan Lima Tahun
(Repelita) dengan berbagai periode dan APBN sebagai program satu tahunnya
semasa pemerintahan Orde Baru ?
Apakah
aspirasi, partisipasi dan pelibatan masyarakat dalam proses penjaringan,
penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi dari perencanaan yang dibuat, masih
dihadapkan pada balutan sloganistis dan pemenuhan azas formalitas belaka ?
mungkin substansi ini yang perlu kita sikapi bersama dalam konteks perumusan
kebijakan dokumen perencanaan pembangunan nasional maupun daerah ini kedepan.